Senin, 28 Oktober 2013

Aku Heran...



Aku heran melihat orang berbangga dengan baju mewahnya, bukankah itu menunjukkan kekurangannya bahwa ternyata ia mempunyai tubuh yang tidak sempurna….dan aku berpikir apakah ia kelak akan dapat berbangga dengan penampilannya itu di padang Masyhar.?
Aku pun heran melihat orang bangga dengan kata-kata kasarnya serta perkataan manisnya(sindiran kecil & janjinya) yang dapat membuat orang sakit hati, bukankah itu menunjukkan kekurangannya dalam ilmu Bahasa dan aku berpikir apakah ia kelak akan dapat berbangga dengan pertanyaan di Alam Kuburnya.?
Aku heran melihat orang bebangga dengan make-up dan aksesoris ditubuhnya, bukankah itu menunjukkan bahwa wajahnya tidak sebagus aslinya, dan aku berpikir apakah ia masih dapat berbangga kelak ketika berhadapan dengan Rabbinya.?
Aku heran melihat orang bangga dengan rumahnya yang megah,bukankah itu menunjukkan bahwa ia masih memerlukan tempat berteduh di bumi Allah yang sudah ditundukkan untuknya ini, dan aku berpikir apakah ia masih dapat berteduh kelak di Masyhar ketika jarak matahari hanya beberapa jengkal darinya.
Aku heran melihat orang bangga dengan kendaraannya, bukankah itu menunukkan kelemahannya bahwa ia masih memerlukan sarana untuk bergerak dibumi Allah yang kecil ini, dan aku berpikir apakah ia kelak masih dapat berbangga dengan kendaraannya ketika harus melewati titian shirot yang melintang di atas neraka.
Aku heran melihat orang bebangga dengan tanah luas dan kebun-kebun yang dimilikinya, bukankah itu menunjukkan bahwa ia masih memerlukan tempat pijakan di bumi Allah ini, dan aku berpikir apakah ia kelak akan mampu mendapatkan tanah di surga meskipun hanya beberapa sentimeter.
Aku heran melihat orang berlomba-lomba mencari makanan mewah hanya untuk mengisi perutnya, bukankah itu menunjukkan dia masih memerlukan benda lain untuk bertahan hidup, dan aku berpikir apa makanannya kelak di akhirat nanti...

Wallahu'alam...

Kamis, 24 Oktober 2013

Separuh Perjalanan...




Sekarang, dunia telah mengalami percepatan. Manusia telah disibukkan oleh urusan dunia yang membawanya pada percepatan. Ketika kita mencoba berhenti sejenak, taruh kata cuti, mudik pulang kampung ke Jawa misalnya, kita akan tercengang cengang dengan realita yang begitu cepat.” Oh….mbah itu sudah meninggal , oh……temanmu yang sering ke rumah sini juga sudah meninggal. Oh….si Anu sudah punya anak lagi. Oh…Si dia sudah menikah.. Si Itu sudah pensiun dari pabrik tebu,….. dan segudang kecengangan yang kita dengar dan kita temui.
Semestinya kita merenungi, ada apa di balik percepatan dunia ini..?
Penghantaran waktu yang mestinya harus dititi dengan untaian perjalanan yang bermakna, karena detik per detik menjanjikan keuntungan bila kita kelola dengan baik, sepertinya hanyut dalam nuansa perlombaan, “…
Tanpa disadari bahwa detik perdetik yang kita kumpulkan bila kita sebandingkan dengan rentetan angka di ATM, tak sebanding dengan harga waktu saat kita uangkan di akhirat.
Mari kita berandai andai untuk melancong ke akhirat. Tempat pelancongan yang sudah mulai di tempuh oleh mbah mbah saya.
Taruhlah di tempat pelancongan itu kita berpesiar 1 juta tahun, kita disuruh cari bekal di dunia 60 tahun, kalau satu hari di pelancongan kita pakai bekal satu hari di dunia, setelah 60 tahun habis bekal.
Bila dipaksa 60 tahun dunia ini untuk keperluan 1 juta tahun dalam pelancongan, maka betapa mahalnya waktu dunia ini.
Bila ternyata di pelancongan tidak hanya 1 juta tahun tapi “abadi” atau selamanya, apa yang bisa dikatakan untuk mengganti kata mahal di dunia ini. Mungkin saking mahalnya, maka waktu di dunia ini tidak bisa di beli. begitu kira kira.
Jadi karena tak bisa dibeli, akan kah kita telantarkan tanpa makna.
Satu detik di dunia akan kita rasakan mahalnya ketika kita berada di pelancongan akhirat.
Pergulatan waktu, pergulatan emosi, pergulatan kepentingan, pergulatan tangis dan tawa setiap saat berkecamuk di kehidupan kita, tetapi kita akan terkagum kagum pada Sang Pencipta ketika kita bisa memandang Hikmah yang Dia selipkan di sebaliknya

Kamis, 03 Oktober 2013

...ADA YANG SALAH...







Dulu... orangtua kita berangkat bekerja setelah matahari terbit dan sudah kembali ke rumah sebelum matahari terbenam.
Walaupun memiliki anak yg banyak, rumah dan halaman pun tetap luas, bahkan tidak sedikit ada yg memiliki kebun, dan semua anak2nya bersekolah.

Sekarang.. banyak yg berangkat kerja subuh dan sampai rumah setelah isya, tapi kerja keras yg dijalaninya dan melebihi jam kerja orang tua kita.....rumah dan tanah yg dimiliki tidak seluas rumah orang tua kita.

"Dan sungguh akan ALLAH berikan cobaan kpd manusia dg sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta...." (QS. Al-Baqarah, 2:155)

Ada yg salah dg cara hidup orang modern....

- berangkat kerja, TERBURU-BURU..
- pulang kerja, TERBURU-BURU..
- makan siang, TERBURU-BURU..
- di lampu merah, TERBURU-BURU..
- berdo'a pun, TERBURU-BURU..
- bahkan sholatpun, TERBURU-BURU..

Sifat diatas bukti dari Qur'an surat Al Isra',17:11. "Dan adalah manusia bersifat terburu-buru..."

Hanya pensiun dan mati...yg tidak seorangpun mau TERBURU-BURU....blm cukup persiapan katanya, tidak punya jaminan kesehatan pasca pensiun (padahal bisa diskusikan secara gratis dg AA Hakim kebutuhan dana tsb).

Saking takutnya akan kurangnya harta untuk keluarga,  sampai2 kita sangat HITUNGAN dlm BERSEDEKAH, sementara ALLAH tidak pernah hitungan dlm memberi rizki kepada kita.

"Setan menakut2i kamu dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat kikir...." (QS. Al-Baqarah, 2:268)

Bahkan saking lebih takutnya kita kehilangan pekerjaan hingga berani melewatkan sholat subuh atau 'ashar..
Sampai dimanakah hidup kita pada hari ini..???

Semoga Allah swt memberi kesempatan kita semua utk bisa menikmati anugerah hidup ini sembari banyak beramal shalih...

Wallahua'lam bisshawab...

***

Nasihat dari Ustadz Dayat