Kisah Kakek Penjual Amplop di ITB. Kisah nyata
ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek
yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil
berjualan amplop
di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat
dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan
tangan hampa. Mari kita simak kisah Kakek Penjual Amplop di ITB.
Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat
Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan
dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik.
Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang
memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di
pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan
anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil”
sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang
serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara
konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek
itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi
informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang
membutuhkan amplop untuk berkirim surat.
Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak
laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu?
Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu
lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan
kehadiran Kakek tua itu.
Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya
melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan
membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu
membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan
dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri
Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu.
“Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang
isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup
untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang
seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu
sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan
mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”,
kata saya.
Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli
amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang
isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya
terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.
Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop
semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat
seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop.
Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko
grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai
Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil
keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi
terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’
harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua
itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh
bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di
pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman
sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua
puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.
Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh
bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit
uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima
uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara
hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini
sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat
status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua
menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur
di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli
barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan
selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.
Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari
mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling
mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang,
tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang
yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko,
tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya,
karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup
mereka.
Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat
daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang
yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para
pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan
amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.
Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang
saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan
amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi
sangat dibutuhkan si Kakek tua.
Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi
saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya.
Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua
berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak
laku-laku.
Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan
nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar
basa-basi bila tanpa tindakan nyata. Mari kita bersedekah lebih banyak kepada
orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap
sedekah kita, Aamiin.
Terharu,... Konsep Perdagangan Syariah di terapkan kakek ini
kawan,.. bagaimana dengan kita? berani kasih tau pembeli berapa harga barang
yang kita jual ?
Tidak selamanya angin berhembus sesuai dengan keinginan nelayan. Akan tetapi seorang nelayan yang cerdas tidak akan menyalahkan angin, dia akan tetap mencari ikan atau menjalankan aktivitas lain untuk menghidupi keluarganya.... . Betapapun hebatnya badai, badai itu suatu saat pasti akan berhenti dan digantikan dengan cuaca yg baik.. Betapapun panjangnya malam, dia pasti akan digantikan oleh terangnya siang... Betapapun hebatnya & beratnya masalah kita, pastilah kita sanggup untuk menanggungnya sebab Allah membebani kita sesuai dengan kadar keimanan kita.... Betapapun hebatnya & beratnya masalah kita, pastilah akan digantikan oleh massa yang penuh kebahagiaan.... Jangan cepat-cepat mengatakan "kiamat ini"... Sering kita memandang suatu masalah dalam hidup kita, seolah-olah kiamat.. Padahal gunung-gunung masih ditempatnya... Padahal matahari belum terbit dari sebelah Barat..... Belajarlah dari anak panah.. Untuk melesat jauh kedepan dia harus ditarik dulu kebelakang.. Kalau Jabatan kita diambil, mungkin Allah menghendaki suatu ganti yang lebih baik untuk kita.... Lihatlah bagaimana Rasulullah Berdakwah, Dia mundur dulu dari Mekkah ke Madinah... Padahal Mekkah itu kota kelahiran, kota yang sangat dicintainya... Tapi lihatlah dengan mundur sedikit ke Madinah, Beliau mencapai kemenangan gilang-gemilang , Islam tersebar dari Madinah ke seluruh penjuru dunia..... Pandanglah selalu sisi positifnya... Kalau kita ditimpa sakit... Mungkin amal-amal kita tidak cukup untuk menggugurkan dosa-dosa kita... Bukankah sakit-sakit itu, kalau kita bersabar, akan menggugurkan dosa-dosa kecil kita ? Ambillah pelajaran dari tukang besi, atau tukang emas.. Untuk membuang kotoran besi/emas, besi itu harus dipanaskan terlebih dahulu.. Barangkali begitu juga dengan diri kita, Allah menghendaki kebaikan untuk kita, membersihkan diri kita, dengan penyakit yang kita terima.... pandanglah selalu sisi positifnya.... Kalau kita punya uang Rp. 10,000, Alhamdulillah kita masih punya uang yang insya Allah masih bisa untuk beli macam-macam... Lihatlah, betapa banyak orang di luar sana yang harus mengais-ngais ditumpukan sampah untuk mendapatkan recehan... Pandanglah sisi positif yang Rp. 10,000, jangan kita pandang yang Rp. 100,000 yang kita tidak punya... jika kita memandang sisi positif segala sesuatu di hidup ini, insya Allah hati kita akan tenang.... Optimisme akan muncul, energi kita akan berlipat untuk menghasilkan prestasi yang lebih besar.. Optimisme didasarkan kepada keimanan yang kuat kepada Allah ta'ala....
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6) “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji,
“Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”
Sang Ustad pun tersenyum, “Oh, kamu sakit.”
“Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan.
Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo.
Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.
Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya.
Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan.
Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Ustad.
“Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Ustad.
“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”
“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”
“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”
Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Tapi ustadz yang satu ini aneh. malah Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang.
Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.
Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.
Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.”
Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini “.
Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya.
Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.
Apa yg terjadi memb, melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata
“Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok.. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kepasrahan, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.
Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan.
Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan. percayalah .. Allah bersama kita.”
Lalu Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini ……
Satu pohon dapat membuat jutaan batang korek api, tapi satu batang korek api dapat membakar jutaan pohon. Jadi Satu pikiran negatif dapat membakar semua pikiran positif. Korek api mempunyai kepala, tetapi tidak mempunyai otak, oleh karena itu setiap kali ada gesekan kecil, sang korek api langsung terbakar. Kita mempunyai kepala dan juga otak, jadi kita tidak perlu kebakaran jenggot hanya karena gesekan kecil. Ketika burung hidup, ia makan semut. Ketika burung mati, semut makan burung. Waktu terus berputar sepanjang jaman. Siklus kehidupan terus berlanjut. Jangan merendahkan siapapun dalam hidup. Kita mungkin berkuasa tapi Waktu lebih berkuasa daripada kita. Waktu kita sedang jaya, kita merasa banyak teman di sekeliling kita. Waktu kita tak berdaya, barulah kita sadar selama ini siapa kualitas orang yang hanya memperalat & menggunakan kita. Waktu kita sakit, kita baru tahu bahwa sehat itu sangat penting, jauh melebihi harta. Ketika kita tua, kita baru tahu kalau masih banyak yang belum dikerjakan. Dan, setelah di ambang ajal, kita baru tahu ternyata begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia. Hidup tidaklah lama, sudah saatnya kita bersama² membuat HIDUP LEBIH BERHARGA. Saling menghargai, Saling membantu dan memberi, Saling mendukung, Jadilah teman perjalanan hidup yang tanpa pamrih dan syarat.
Senin, 08 April 2013
Tiba-tiba saja mengingatkan saya pada sahabat-sahabat lama di kampus..masa2 perjuangan…
but where are all my friends? Ketika
ingin buat jadwal reunian tapi selalu gak jadi…mudah2an kita bertemu di lain
waktu…
Banyak kisah2 di masa kampus…
Ada banyak cerita yang akan menjadi bagian
dari hidup saya… dimana perjalanan ke depan tidak
mudah, namun rasa kebersamaan seakan terus membakar rasa percaya diri saya
untuk meraih apa yang saya ingin dan banggakan nantinya.
tapi sekarang bukan saatnya menulis ..kita bekerja dulu ...
Di lain waktu kita sambung
Bersambung…
“Friendship is the hardest thing in the world to explain.
It’s not something you learn in school. But if you haven’t learned the meaning
of friendship, you really haven’t learned anything.”
-->
Tak Terasa 2,5 tahun sudah menjalani amanah di kantor ini,begitu banyak cerita
baik senang maupun duka,…Satu persatu silih berganti…ada yang masuk dan ada juga
yang keluar…
One by one left,I hope to run all jobs and
I was able survive here, Don’t Worry…Allah with you..
Seperti dalam hidup ini ada yang masuk ke dunia ini dan ada yang
meninggalkan dunia ini…Ada pertemuan dan ada perpisahan,,,
Sukses tidaknya hidup seseorang sangat bergantung pada kemampuan mengawasi
diri.
Seberapa banyak kebaikan yang diperbuat dan seberapa besar kesalahan yang
terlakoni. Kalau hasil hitungan itu positif, syukur adalah sikap yang paling
tepat. Tapi jika negatif, istighfarlah yang terus ia ucapkan. Kesalahan itu pun
menjadi pelajaran, agar tidak terulang di hari esok.
Seminggu yang lalu di kantor baru aja evaluasi per 3 bulan atau yang biasa
disebut tri wulan…Banyak evaluasi khususnya pada diri ini..karena masih banyak
kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki…
Begitulah kita sebagai manusia tidak hanya dengan habluminannas yang harus
ada evaluasinya,tapi habluminallah harus juga bisa memusahabah diri ini setiap
saat..karena kita tak pernah luput dari kesalahan-kesalahan
Muhasabah yang tidak jernih kerap menonjolkan amalan dari segi jumlah. Bukan
mutu. Padahal, Allah swt tidak sekadar melihat jumlah, tapi juga mutu,
Bagaimana niat amal, seberapa besar kesadaran dan pemahaman dalam amal
tersebut. Dan selanjutnya, sejauhmana produktivitas yang dihasilkan dari amal.
Semoga penilaian diri ini tidak hanya baik di mata manusia…tapi baik di mata
Allah..Sehingga menjadi pribadi yang bertakwa kepada-Nya
If Allah is the goal, why
should you be defeated by the obstacles in the presence of Allah?
If you make a living is
worship, the hard work we, Allah willing,
the greater the reward
that will be given by Allah.
If earned income is
provision for worship,
the more income they get,
the more religious you can do
-->
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-MU yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautan-MU yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padang-MU yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung-MU yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil di samudra langit- Mu yang tanpa batas
Ya Allah
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapanMU
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan akan tetapi …
hamba terus menggantungkan segunung harapan pada MU
Ya Allah…………..baktiku tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka MU
Betapa sadar diri begitu hina dihadapanMU
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhlukMU
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini…
Hati yang telah terkotori oleh noda ini…memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu yang mulia???
Ya Allah…Kami semua fakir di hadapan MU tapi juga kikir dalam mengabdi kepada
MU
Semua makhlukMU meminta kepada MU dan pintaku….
Ampunilah aku dan sudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Sukseskanlah mereka mudahkanlah urusannya
Mungkin tanpa kami sadari , kami pernah melanggar aturanMU
Melanggar aturan qiyadah kami,bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah
Yang telah Allah percayakan kepada kami…Ampunilah kami
Pertemukan kami dalam syurga MU dalam bingkai kecintaan kepadaMU
Ya Rabb….Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada MU
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu
Atau….dalam maksiat kepadaMU “Ya Allah Tutuplah dengan
sebaik-baiknya penutupan !!”
Dari saudara untuk saudara “Perbaiki diri Serulah Orang
Lain”